Oik...ri numpang majang cerpen yach! Enjoy!!
TAHUN BARU PAK HAJI
-------------------
[left]Pak Haji duduk berselonjor di bangku teras rumahnya. Memperhatikan para anak-anak yang
tampak sibuk berlari-larian kesana-kemari sambil meniup terompet dengan girang hati. Ibu-ibu
komplek juga terlihat sibuk menggotong panci dan alat-alat masak lainnya ke samping pos
hansip yang telah mereka ubah menjadi dapur umum dadakan. Pemuda-pemudi juga punya kesibukan
sendiri, menyulap lapangan tennis kompleks menjadi sebuah panggung organ tungal.
Pak haji hanya memperhatikan kesibukan para tetangganya sambil mengisap dalam-dalam rokok
daun nipahnya. Ia sama sekali tidak tertarik untuk bergabung membantu persiapan menyambut
tahun baru masehi itu.
“Sore,Pak Haji,” sapa salah seorang pemuda yang sedang menenteng palu dan sekantong paku.
Pak Haji hanya mengangguk tanpa berusaha untuk berbasi-basi dan membiarkan pemuda itu
berlalu.
“Bapak…,kok jawabnya cuek banget sih?” ujar istri Pak Haji yang tiba-tiba muncul di
belakangnya.
Pak Haji tidak menjawab dan hanya kembali mengisap rokoknya.
“Pak…!”
“Iya, bapak denger, nggak usah teriak-teriak,Bu.”
“Kenapa sih,Bapak selalu aja cemberut tiap tahun baruan? Lihat deh, semua orang sedang
senang-senangnya,”
“Ibu kan tau kenapa,”
“Bapak emang teguh pendirian ya?! Dari tahun ke tahun pikirannya nggak pernah berubah!”
Pak Haji menjawab dengan diam,membuat istrinya tak bisa memperpanjang komentarnya . Mereka
terus diam menatap langit sore sampai azan maghrib berkumandang.
***
Pak Haji duduk di ruang tengah rumahnya sambil menukar-nukar saluran TV. Semua stasiun TV
sedang menyiarkan acara detik-detik menjelang tahun baru atau pesta kembang api entah di
kota mana.
Sedangkan di luar rumah, sayup-sayup terdengar alunan musik organ tunggal berbaur dengan
tiupan terompet anak-anak.
“Acaranya emang itu semua kali Pak,” kata istrinya yang baru selesai shalat Isya.
Pak Haji diam dan berhenti menukar-nukar siaran. Istrinya tampak merapikan rambut yang kusut
setelah memakai mukena.
“Bu,kalau Ibu mau pergi ke organ tunggal di sana, Bapak nggak melarang,” kata Pak Haji.
“Siapa yang bilang mau pergi?” tukasnya,”Ibu mau disini, menemani Bapak, seperti tahun-tahun
sebelumnya,”
Pak Haji lagi-lagi diam sambil menatap layar televisi. Setiap tahunnya, menjelang tahun
baru, Pak Haji selalu uring-uringan. Hal itu karena ia tidak suka dengan kemeriahan tahun
baru. Kemeriahan yang selalu dihiasi dengan tiupan terompet ,suara musik yang keras dan
letusan kembang api.
Ia tidak suka,karena tiap tahunnya,ia selalu kecewa pada dirinya yang tidak berhasil
meyakinkan orang-orang disekitarnya bahwa kegemerlapan tahun baru sama sekali tidak sesuai
dengan kaidah agama dan moril. Karena, menurutnya, perayaan tahun baru adalah tindakan
mubazir dan sia-sia belaka. Ia merasa gagal setiap tahunnya, karena hampir tidak ada yang
bisa dikatakan setuju dengannya di kompleks tempatnya tinggal.
Dari arah lapangan tennis kompleks, keramaian semakin kentara. Untunglah, rumah Pak Haji
agak jauh dari lapangan, karena kalau tidak, Pak Haji pasti makin senewen.
“Bu, kenapa orang-orang mau membakar uang mereka dengan menyalakan kembang api mahal
sementara jutaan fakir miskin di dunia kelaparan?” Tanya Pak Haji pada istrinya.
“Karena egoisme dan ketidakpedulian tumbuh subur setiap tahunnya,Pak,”
“Dan kenapa mereka bisa meniup terompet dengan gembira sedangkan dunia tidak pernah berubah
menjadi lebih baik dari tahun sebelumnya?”
“Mereka gembira, karena bukan Israfil yang meniup terompet,” Istri Pak Haji tersenyum
lembut.
Ia sudah hapal kebiasaan suaminya yang selalu menanyakan hal-hal tersebut pada malam tahun
baru. Ia mengerti kesedihan suaminya yang sangat peduli pada lingkungan dan kehidupan
orang-orang di sekitarnya. Ia mengerti, tapi orang-orang tidak mau mengerti. Bahkan,perayaan
tahun baru selalu saja lebih heboh dari tahun ke tahun.
Layar televisi menampakkan seorang reporter yang sedang memunggungi keramaian orang-orang
yang menanti pergantian tahun. Terlihat pasangan-pasangan yang saling berpelukan mesra dan
juga hiruk pikuk orang-orang yang meniup terompet.
Pak Haji menonton dalam sorot mata sedih.
“Pak, ada hal-hal yang bisa kita ubah, dan ada yang tidak, seharusnya Bapak menerima
kenyataan itu dan tidak terus menerus kecewa dan bersedih hati,” ujar Istri Pak haji sambil
membelai lembut pundak Pak Haji yang terasa semakin kurus.
Pak Haji menepis tangan Istrinya pelan.”Bu, Bapak juga tidak pernah besar kepala dan
berharap bisa mengubah dunia, tapi setidaknya, Bapak pikir Bapak bisa mengubah lingkungan
sini dan membuat mereka sadar ada banyak hal yang lebih berguna yang bisa dilakukan pada
malam tahun baru daripada mengadakan pesta dan kehebohan yang mendekati perbuatan setan…”
“Tapi,Pak, Bapak sudah berusaha keras dan mereka memang tidak ingin mendengar untuk hal yang
satu ini, jadi…” potong Istrinya.
“Bu, justru karena itulah Bapak kecewa sama diri Bapak sendiri, karena Bapak yang dikenal
sebagai tetua sama sekali tidak bisa mencegah masyarakatnya mendekati perbuatan setan!”
sergah Pak Haji.
“Pa…”
“Assalamualaikum!” sebuah suara serak menghentikan perdebatan mereka.
“Walaikumsalam!” jawab mereka serempak.
“Wah,wah, lagi-lagi kemesraan tahun baru ya,Pak,Bu? Kedengeran sampai luar lho
‘nyanyiannya’,” katanya sambil menyalami mereka berdua.
“Jangan tidak sopan pada orangtua,Gung!” kata Pak Haji sambil mendelik pada putra semata
wayangnya itu.
Agung tersenyum,”Pasti meributkan hal yang sama lagi,kan?”
“Bapakmu ini, tiap tahun selalu saja mengeluh,makanya, Ibu nasehatin,”
Pak Haji tak berkomentar. Dalam hatinya,ia menggerutu, kenapa istrinya tidak bisa pengertian
lebih dari 5 menit pertama saja.
“Tapi, mungkin tahun depan Bapak sudah tidak sedih lagi ya,” Agung melepas
sepatunya,”karena, kayaknya orang-orang sini bakal kapok tahun baruan lagi,”
“Ng? kenapa?” Tanya Pak Haji terusik.
“Iya,kok yakin begitu?” Tanya ibunya ikut-ikutan.
Agung mengerutkan kening.”Lho? Masa’ Bapak sama Ibu nggak denger?” dia balas bertanya.
“Denger apa?” Tanya kedua orang tua itu serempak.
“Serius nggak denger ya? Keasyikan berdebat tuh,” Pak Haji dan istrinya melotot, ”hhh,itu,
salah satu kabel listrik organnya korslet dan hampir membakar habis panggung yang mereka
hias dengan kertas warna-warni, masa’ Bapak Ibu bener-bener nggak denger kehebohannya seh?”
Agung menautkan alis.
Pak Haji dan Istrinya saling berpandangan. Pak Haji tersenyum puas, bukan karena para
tetangganya hampir celaka, tapi karena sepertinya apa yang dia harapkan akan terjadi,walau
bukan secara langsung karena dakwahnya yang tanpa henti.
Sepertinya tahun baru masehi tidak selalu buruk, batinnya senang.
***